Diskriminasi dan Pembungkaman Wartawan Menulis Berita Divonis 6 Bulan Penjara

KENDARI, CORONGSULTRA.COM – Vonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Unaaha terhadap wartawan media online menuai tanggapan dari Lembaga Investigasi Negara Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sultra.

Ketua DPD Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sultra, Adyansyah kecewa dengan putusan majelis hakim PN Unaaha, di mana terjadi diskriminatif dari hasil keputusan sidang PN Unaaha yang mana terdakwa satu dijerat hukuman 6 bulan penjara karena alasan yang tidak logis tidak rasional serta diskriminatif.

“Pada putusan tersebut majelis hakim menilai bahwa Endang terdakwa satu tidak memiliki hak untuk mendistribusikan ataupun mempublikasikan link beritanya, padahal seorang wartawan ini telah memiliki dokumen dan legalitas yang sah terhadap perusahaannya dikarenakan seorang wartawan ini mempublikasikan di Facebook sehingga dia dikenakan undang-undang ITE,” ujarnya.

Adyansyah menyayangkan pemahaman oknum aparat penegak hukum (APH) dalam memastikan regulasi yang menyangkut sengketa pers. Menurutnya hal tersebut memberikan kesan bahwa seolah-olah para oknum pemangku penegakan hukum dalam persidangan sedang melakukan upaya pembungkaman pers.

“Tentang produk legal standing (kekuatan hukum) yang lebih tinggi antara Kemenkumham (Negara) tehadap Dewan Pers, kintrevesi ini dinilai keliru atas putusan hakim terhadap seorang wartawan dengan di vonis 6 bulan penjara,” katanya.

Adyansyah menuturkan, Dewan Pers yang berasal dari produk dan aliansi wartawan tumbuh dan kembang dengan adanya media dalam wadah aiansi, kerap kali menghilang kebijakan dan titik aman untuk kelompok dan golongan tergabung, kajian ini juga semestinya secara struktural menyangkut ruang lingkup menjadi pedoman melindungi perusahan pers dan tim wartawan yang tergabung.

“Ini telah menciderai wartawan seluruh Indonesia, bukan saja di Konawe Sulawesi Tenggara dan pembungkaman ini harus di lawan karena hal ini bentuk kezoliman,” ujarnya.

Dikutip dari berbagai sumber media, peryataan Wakapolri, Komjen Pol Agus Andrianto mengingatkan seluruh pihak bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dan perusahaan pers legal tidak dapat dibawa ke ranah pidana.

Produk tersebut kata Wakapolri, juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.

“Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (berita), wartawannya juga tidak boleh diproses kalau memang informasi itu benar, bukan fitnah,” tegas Agus seperti dikutip dari fajar.co pada Selasa 12 Maret 2024.

Sedangkan Ketua DPD PJI Sultra Agus Salim berpendapat, hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi kepolisian.

Menurutya, kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi perusahaan pers yang diakui Dewan Pers.

Agus mengatakan, seluruh anggota kepolisian harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan Dewan Pers serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau masih memungkinkan, penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak. Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikannya dilanjut atau tidak,” ujar Agus.

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *