DPRD Sultra Dukung Otonomi Khusus dan Pemekaran Daerah

KENDARI, CORONGSULTRA.COM – DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mendukung usulan otonomi khusus Sultra dan pemekaran beberapa daerah sebagaimana diusulkan oleh Majelis Wilayah (MW) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sultra.

“Pokok-pokok pikiran dari KAHMI kita suarakan bahwa daerah ini harus memiliki otonomi khusus. Suatu hal yang menjadi pendorong bagi Sulawesi Tenggara paling tidak ada bargaining apa kalau pemerintah pusat tidak memberikan otonomi khusus,” ucap Wakil Ketua DPRD Sultra H. Herry Asiku menanggapi pokok-pokok pikiran KAHMI Sultra dalam audiens yang digelar di salah satu ruang rapat Sekretariat DPRD, Senin (28/4/2025).

Menurut Herry Asiku, ketika ada pemekaran wilayah maka pemerintah akan mengeluarkan anggaran untuk daerah tersebut. Dan itu dia lihat sendiri saat pemekaran Kabupaten Konawe Utara dan Buton Utara. Seingatnya, sebelum mekar setiap kecamatan paling banyak Rp5 miliar dikasih anggaran dari 7 kecamatan berarti Rp35 miliar begitu mekar Rp500 miliar yang masuk bahkan Rp1 triliun.

“Artinya uang masuk ke daerah itu untuk pembangunan itu yang rilnya kita lihat pemekaran itu,” ujarnya.

Kemudian terkait usulan otonomi khusus Provinsi Sultra, Herry Asiku mengatakan ada dampak positifnya, salah satunya bisa mengalokasikan 30 atau 40 persen anggaran pendidikan lebih besar dari 20 persen yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah dengan pendidikan.

“Karena kuncinya di pendidikan contoh paling kecil, tenaga kerja saja diterima di industri dalam negeri itu dibayar UMR saja karena tidak punya keterampilan khusus. Kita ingin daerah kita mendidik supaya nilai mereka di atas rata-rata kalau orang masuk kerja dibayar UMR itu biasa-biasa saja, kita mau dengan pendidikan khusus diadakan di daerah sendiri maka gajinya bisa tiga kali lipat,” jelasnya.

Usulan otonomi khusus Sultra juga didukung Wakil Ketua DPRD Laode Freby Rifai. Dia mengungkapkan bahwa dengan diberikan status otonomi khusus, Provinsi Sultra bisa mengelola sendiri sumber daya alamnya karena selama ini tidak sepenuhnya diberikan pemerintah pusat.

“Sehingga dengan mudah pusat menyampaikan bahwa kalian tergantung dengan pusat tapi sebenarnya Indonesia bergantung dengan Sulawesi Tenggara karena sumber daya alam kita yang terbesar salah satunya adalah nikel,” ujarnya

Frebi mengatakan, Gubernur Sultra sudah menyampaikan bahwa dari bahan baku nikel kontribusi Sultra kurang lebih 90 juta metrik ton kalau dinilai dalam bentuk uang kurang lebih Rp50 triliun. Nilainya jauh lebih besar dari Pagu dana transfer maupun pajak dan retribusi yang ada dalam APBD Sultra kurang lebih Rp5 triliun.

“DPRD harus menjadi fasilitator terhadap seluruh komponen yang ada di Sulawesi Tenggara artinya menyampaikan agar bagaimana kewenangan itu diberikan. Tadi disampaikan ada solusi yaitu otonomi khusus,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini sependapat dengan KAHMI Sultra kalau harus ada pemekaran beberapa daerah di wilayah Sultra. Apalagi sekarang sudah dibuka keran (pemekaran), Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan DPRD harus ada langkah yang diambil untuk mendorong supaya beberapa daerah di Sultra bisa masuk dalam agenda pemekaran daerah.

“Ini tidak hanya kekuatan Gubernur, DPRD Sultra, tetapi harus ada dorongan dari seluruh elemen masyarakyat,” katanya.

KAHMI Sultra yang menyoroti sektor pendidikan. Frebi mengatakan, pendidikan di APBD Sultra sebesar 20 persen sesuai dengan undang-undang tetapi itu tidak bisa meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan bantuan beasiswa 100 persen dari pokok-pokok pikiran DPRD arena keterbatasan fiskal Pemerintah Provinsi Sultra.

“Provinsi bukan tidak mau berpihak kepada pendidikan tetapi ketersediaan fiskal yang tidak memadai,” tukasnya.

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 komentar