Strategi Nasional Menghadapi Dominasi Agribisnis Multinasional

Tantangan di Tengah Arus Globalisasi Agribisnis

Dalam dua dekade terakhir, sektor pertanian global mengalami transformasi besar akibat ekspansi perusahaan agribisnis multinasional. Dari benih, pupuk, hingga perdagangan hasil pertanian, sebagian besar rantai nilai global kini dikuasai oleh segelintir korporasi raksasa seperti Cargill, Monsanto (Bayer), Syngenta, Nestlé, dan Archer Daniels Midland (ADM). Mereka tidak hanya menguasai teknologi dan modal, tetapi juga menentukan standar harga, kualitas, dan arah pasar dunia.

Indonesia, sebagai negara agraris dengan sumber daya alam melimpah, tentu menjadi sasaran utama ekspansi tersebut. Menurut Data BPS (2024), Impor pupuk Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan mencapai sekitar 7,52 juta ton, meningkat sekitar 40,21% dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,36 juta ton.

Berdasarkan data terbaru dari Statistik Ekonomi Pertanian Juni 2024, diperkirakan impor benih Indonesia pada tahun 2024 mencapai sekitar 210.000 ton. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, yang mengindikasikan kebutuhan impor benih tetap tinggi untuk mendukung produksi pertanian nasional, terutama tanaman pangan dan hortikultura.

Ironisnya, kekuatan besar yang seharusnya menjadi peluang justru sering kali berbalik menjadi ketergantungan. Petani lokal masih berada di posisi paling lemah dalam struktur pasar, sementara keuntungan besar tersedot ke pusat-pusat korporasi global.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana strategi nasional yang efektif untuk menghadapi dominasi agribisnis multinasional tanpa menutup diri dari arus globalisasi ekonomi?

1. Menguatkan Agribisnis Nasional Berbasis Sumber Daya Lokal

Langkah pertama yang paling mendasar dalam memperkuat posisi Indonesia di sektor agribisnis global adalah membangun fondasi agribisnis nasional yang berbasis pada potensi lokal. Indonesia memiliki kekayaan agroekosistem yang luar biasa, mulai dari lahan subur, iklim tropis yang mendukung, hingga keanekaragaman hayati yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Namun, potensi besar ini belum dioptimalkan secara maksimal karena berbagai kendala seperti rantai pasok yang lemah, keterbatasan sistem pembiayaan, serta ketergantungan pada input impor seperti benih, pupuk, dan pestisida.

Oleh karena itu, penguatan agribisnis nasional harus dimulai dari pemberdayaan pelaku lokal dengan menitikberatkan pada tiga pilar utama yang saling mendukung.

Pertama, petani harus diposisikan sebagai pelaku utama yang tidak hanya berperan sebagai produsen bahan mentah, tetapi juga sebagai pelaku bisnis yang mampu mengelola, mengolah, dan memasarkan hasil pertaniannya sendiri.

Penguatan kelembagaan petani melalui koperasi modern dan pengembangan agripreneurship menjadi langkah penting agar mereka memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam rantai nilai agribisnis.

Kedua, pemanfaatan sumber daya lokal perlu dioptimalkan dengan mengarahkan produksi pertanian berbasis bahan baku dan teknologi yang tersedia di dalam negeri. Penggunaan pupuk organik, benih unggul lokal, serta teknologi sederhana berbasis kearifan lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap input impor yang selama ini dikuasai korporasi asing.

Ketiga, diversifikasi produk bernilai tambah harus menjadi prioritas agar agribisnis nasional tidak berhenti pada ekspor bahan mentah semata. Pembangunan industri pascapanen di daerah, terutama untuk komoditas unggulan seperti kopi, kakao, rempah, dan kelapa, dapat membuka lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan daya saing ekspor.

Dengan strategi yang berbasis pada kekuatan lokal ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk tidak lagi menjadi sekadar pemasok bahan mentah bagi pasar global, melainkan menjadi pemain penting dalam rantai nilai agribisnis internasional yang berdaulat, berdaya saing, dan berkelanjutan.

2. Membangun Sinergi Kebijakan Pertanian, Perdagangan, dan Investasi

Salah satu kelemahan utama dalam pengelolaan agribisnis nasional adalah masih terjadinya fragmentasi kebijakan. Sektor pertanian, perdagangan, dan investasi sering berjalan sendiri-sendiri dengan orientasi yang tidak selalu searah. Akibatnya, berbagai upaya penguatan agribisnis nasional kerap terhambat oleh tumpang tindih regulasi, ketidaksinkronan program, dan perbedaan kepentingan antarlembaga pemerintah.

Kondisi ini menjadikan agribisnis nasional kurang efisien dan sulit beradaptasi terhadap dinamika pasar global yang semakin kompetitif.

Untuk menghadapi dominasi korporasi multinasional yang memiliki sumber daya besar dan jaringan luas, Indonesia membutuhkan sinergi kebijakan lintas sektor yang terarah dan berkelanjutan.

Pertama, diperlukan integrasi antara kebijakan pertanian dan perdagangan, di mana kebijakan ekspor-impor harus disesuaikan dengan agenda penguatan produksi dalam negeri. Liberalisasi perdagangan pertanian tidak boleh dibiarkan melemahkan usaha kecil dan menengah di sektor pangan. Karena itu, kebijakan tarif, kuota, dan sertifikasi produk perlu dirancang agar berpihak pada pelaku agribisnis lokal.

Kedua, reformasi kebijakan investasi pertanian perlu dilakukan dengan menekankan prinsip kemitraan dan keberlanjutan. Investasi asing memang penting, tetapi harus disertai mekanisme transfer teknologi dan peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal. Pemerintah dapat mewajibkan setiap investor agribisnis asing untuk bermitra dengan koperasi, BUMDes, atau perusahaan daerah agar manfaat ekonomi tersebar lebih merata.

Selain itu, sinergi kelembagaan nasional juga menjadi kunci. Kementerian Pertanian, Perdagangan, dan Investasi perlu memiliki platform koordinasi terpadu untuk merancang strategi agribisnis nasional yang terintegrasi.

Pendekatan One Data Agriculture dapat dijadikan dasar perencanaan agar setiap kebijakan berbasis data yang akurat dan saling terhubung. Dengan kebijakan yang harmonis dan berkesinambungan, Indonesia tidak hanya mampu menahan laju dominasi korporasi global, tetapi juga dapat memanfaatkan kehadiran mereka untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik serta memperkokoh kedaulatan pangan nasional.

3. Mengoptimalkan Peran BUMN dan Koperasi Desa Merah Putih sebagai Penggerak Agribisnis Nasional

Salah satu strategi paling efektif untuk memperkuat posisi Indonesia dalam pasar global adalah menghidupkan kembali peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan koperasi pertanian modern.

a. BUMN sebagai lokomotif agribisnis strategis

BUMN seperti PTPN, Bulog, dan ID FOOD memiliki infrastruktur, sumber daya manusia, serta jaringan logistik yang luas. Namun, peran mereka perlu diperkuat agar tidak hanya berfungsi administratif, melainkan juga sebagai lead firm dalam rantai pasok nasional. BUMN bisa menjadi off-taker utama bagi produk petani lokal, menjamin harga, sekaligus membuka akses pasar ekspor dengan merek nasional.

b. Koperasi Desa Merah Putih sebagai mitra strategis

Koperasi yang dikelola profesional dapat menjadi perantara antara petani di desa dan pasar global. Model koperasi baru berbasis digital (e-cooperative) mampu meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keadilan distribusi keuntungan. Koperasi Desa Merah Putih Sidomulyo di Jember, Jawa Timur, adalah contoh koperasi desa yang sudah melakukan ekspor, yaitu mengekspor perdana produk kopi ke Brunei Darussalam, Hong Kong, dan Singapura. Pencapaian ini difasilitasi oleh Export Center Surabaya dan menjadi bukti potensi desa untuk menembus pasar global.

c. Sinergi BUMN-koperasi-swasta nasional

Sinergi ini dapat diwujudkan melalui skema public-private partnership di bidang pengolahan hasil pertanian, logistik, dan ekspor. Dengan kerja sama ini, rantai nilai pertanian nasional menjadi lebih solid dan kompetitif di pasar global.

4. Kebijakan Menuju Kedaulatan Pangan dan Ekonomi Pertanian

Agar strategi di atas berjalan efektif, diperlukan kerangka kebijakan nasional yang berorientasi pada kedaulatan pangan dan ekonomi rakyat. Beberapa rekomendasi penting antara lain: (1) Fokus pada produksi dalam negeri, pemanfaatan benih lokal, dan peningkatan kapasitas petani; (2) Menjamin petani kecil memiliki akses terhadap lahan produktif, pembiayaan murah, dan asuransi pertanian; (3) Memberikan kemudahan pajak dan infrastruktur bagi pelaku usaha yang mengembangkan industri pascapanen lokal; (4) Pemerintah perlu aktif dalam forum internasional (WTO, FAO, ASEAN) untuk memperjuangkan kepentingan petani dan produk nasional; (5) Universitas dan lembaga penelitian perlu didorong untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang sesuai karakteristik lokal, bukan sekadar meniru model asing.

Dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat dan berbasis pengetahuan, Indonesia dapat bertransformasi dari market follower menjadi market leader dalam agribisnis global.

Dari Impor Menuju Ekspor

Indonesia sebagai negara agraris masih menghadapi paradoks: potensi sumber daya alam yang besar belum mampu menekan ketergantungan terhadap impor pangan. Kedelai, gula, hingga daging sapi masih didatangkan dari luar negeri karena produktivitas pertanian dalam negeri rendah dan rantai pasok belum efisien.

Untuk mengubah arah dari impor menuju ekspor, Indonesia perlu memperkuat produksi berbasis sumber daya lokal melalui inovasi teknologi, penguatan koperasi, serta pengembangan industri pengolahan hasil pertanian di daerah sentra produksi.

Selain itu, sinergi antara kebijakan pertanian, perdagangan, dan investasi menjadi kunci. Pemerintah harus mendorong substitusi impor pada komoditas strategis, memperbaiki infrastruktur logistik, dan menciptakan iklim investasi yang berpihak pada pelaku usaha nasional. Dalam jangka panjang, penguatan BUMN dan koperasi modern dapat menjadi motor penggerak ekspor produk pertanian bernilai tambah tinggi.

Transformasi ini bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga langkah menuju kedaulatan pangan dan kemandirian bangsa. Ketika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menembus pasar global dengan produk unggulan lokal, maka posisi Indonesia akan semakin kuat sebagai kekuatan agribisnis dunia yang mandiri dan berdaya saing.

Penulis: La Ode Muhsafaat (G3IP25010), Mahasiswa S3 Prodi Ilmu Pertanian Universitas Halu Oleo

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar