KENDARI, CORONGSULTRA.COM – Pelaksanaan Konstatering (pencocokan objek putusan) di kawasan Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari oleh Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Kamis (30/10/2025), yang dimohonkan oleh kuasa khusus Koperasi Perikanan Perempangan Saonanto (Kopperson) ditolak masyarakat setempat.
Ratusan masyarakat Tapak Kuda melakukan aksi protes menolak upaya tersebut karena mereka telah menempati dan mengantongi sertifikat resmi dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Kendari.
Ketegangan memuncak saat pihak pemohon, yang diwakili oleh Abdi Jaya dan kuasa khususnya, tiba di lokasi. Salah seorang perwakilan masyarakat Tapak Kuda, Laode Zumail, dalam orasinya menduga upaya Konstatering ini merupakan rencana untuk merampas tanah yang telah mereka tempati.
Zumail mengungkapkan, Abdi Jaya bukan ahli waris lahan di Tapak Kuda. Dia adalah anak dari Laode Hatali, pengurus Kopperson.
“Saya katakan sama dia (Abdi Jaya), kamu tidak berhak ajukan permohonan ini, orang tuamu saja dia tidak tahu di mana tanahnya di Tapak Kuda ini,” ujar Zumail.
Konstatering Dinilai Cacat Hukum
Kuasa Hukum Masyarakat Tapak Kuda, Jumadil dalam konferensi persnya menegaskan bahwa pihaknya menolak keras Konstatering tersebut karena dinilai cacat hukum. Alasan utamanya, pihak yang bisa melakukan Konstatering untuk memvalidasi kebenaran objek adalah para pihak yang berperkara saat itu, bukan pihak yang hadir saat ini.
“Konstatering hari ini tidak terlaksana, karena apa, untuk terlaksananya Konstatering itu harus dihadiri oleh para pihak yang berperkara saat itu dan tidak bisa diwakilkan baik ahli waris maupun dikuasakan,” jelas Jumadil.
Ia juga menyoroti kedudukan hukum pemohon, Abdi Jaya, yang dinilai tidak jelas. “Kopperson itu kita sudah cek di koperasi kemarin itu sudah tidak aktif. Abdi Jaya ini bukan anak dari Kopperson karena Kopperson itu adalah koperasi badan usaha, kalau dari usaha itu bisa diwariskan tapi kalau badan usahanya tidak bisa,” tegas Jumadil.
Laode Zumail menambahkan, permasalahan ini berakar sejak tahun 1993, dan kasus ini pernah bergulir hingga dikeluarkan surat eksekusi pada tahun 1998. Namun, saat itu pihak penggugat, Ruhani dari Kopperson, juga tidak bisa menunjukkan batas-batas tanah yang dimaksud.
 
																						










